Beberapa waktu lalu Kementerian Pertanian (Kementan) memproduksi dan mengeluarkan obat-obatan dari bahan Eucalyptus yang diyakini dapat mencegah virus Corona. Namun ada banyak pertanyaan yang datang terkait kebenaran kasiat dari Eucalyptus itu sendiri.
Berikut ini penjelasan dari Balitbang Pertanian Kementerian Pertanian, seperti di kutip dari cnnindonesia.com.
Kementerian Pertanian menyatakan sejauh ini, hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eucalyptol) yang dimiliki oleh tanaman eucalyptus sebagai yang paling efektif.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadjri Djufry mengungkapkan, hasil telusur ilmiah serta riset daya antivirus pada eucalyptus memperlihatkan bahwa senyawa aktif cineole berpotensi membantu pencegahan Covid-19 karena mampu mengikat Mpro yang terdapat dalam virus corona jenis apapun.
Mpro merupakan main protease (3CLPro) atau enzim kunci dari virus korona yang berperan penting dalam memediasi replikasi dan transkripsi virus. Mpro ini yang ditarget agar laju replikasi dan transkripsi virus terhambat.
“Kesimpulan kami bisa (membunuh Covid-19), karena bahan aktif yang dimiliki eucalyptus dan target bisa membunuh Mpro itu. Nah kandungan Mpro berlaku pada Covid-19 yang juga ada, dia bisa mereplikasi,” kata Fadjri.
Fadjri menambahkan, klaim eucalyptus sebagai penawar Covid-19 bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Prototipe inovasi antivirus berbasis eucalyptus ini telah diluncurkan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk kondisi darurat dan siap diproduksi massal. Bentuknya berupa inhaler, roll on, difuser, kalung, dan balsam.
“Sekarang kita butuh cepat, toh kita sudah punya berapa dosis yang tidak membahayakan untuk tubuh, aman digunakan, paling tidak mencegah penularan,” tuturnya.
Fadjri lalu membantah pernyataan yang mengatakan pihaknya terburu-buru mempublikasikan produk inovasi eucalyptus sebagai antivirus corona sebelum dilakukan uji klinis. Menurutnya, kandungan senyawa aktif pada eucalyptus sama halnya dengan minyak kayu putih, namun dengan kadar yang berbeda. Produk disebut sangat aman selama tidak dikonsumsi langsung, seperti diminum atau disuntikkan.
“Virus bertahan di mulut bisa satu minggu dan di hidung atau tenggorokan bisa dua minggu. Mengapa swab dilakukan di hidung dan tenggorokan karena cairan yang mengandung virus menumpuk di situ, kami sudah coba uji,” kata Fadjri. – Demikian seperti dikutip dari cnnindonesia.com